Tulisan ini saya kembangkan dan terjemahkan dari Author - Jay Liebowitz yang berasal dari
IEEE Computer Society.
Berikut esensi tulisan yang sangat menarik ini:
Abstract
Sejak Maret 2020, kita menghadapi sebuah pengalaman dan waktu-waktu yang
sangat sulit karena persebaran dari COVID-19 di seluruh dunia. Kelas-kelas
keilmuan menjadi online; ketidakjelasan keberlanjutan fall semester (antara
Bulan Agustus - Desember) dan banyak lagi masalah lainnya yang akan menanti.
Artikel ini memberikan highlight transformasi apa saja yang diperlukan untuk
professor atau tenaga pendidik dibawah terminologi "normal baru".
Pandemi COVID-19 secara global telah menciptakan disrupsi antara kehidupan
pekerjaan yang biasanya dilakukan di rumah maupun kantor. Dari sebagian
banyak organisasi dan institusi tersebut, universitas-universitas adalah institusi
yang juga sebagian besar telah secara cepat menyesuaikan dan beradaptasi ke
lingkungan pembelajaran secara virtual untuk para mahasiswa dan professor
mereka.
Beruntungnya, kebanyakan dari kita, dimana sebagai professor atau
tenaga kependidikan dalam bidang computer science/IT telah banyak sebelumnya mengajar dengan metode online atau dalam pengajaran blendid untuk mengganti atau sebagai suplemen tatap muka (face to face - F2F) pada lingkungan di ruangan kelas.
Sebagai contoh, saya (Jay Liebowit) telah cukup lama mengajar dengan metode online dengan juga melakukan blendid learning (termasuk F2F) sejak tahun 2002 menggunakan enam sistem manajemen pembelajaran yang berbeda (meliputi Blackboard, Canvas, Sakai, Moodle/Adobe Connect, WebTycho, and D2L).
Sebagai fakultas yang berfokus pada bidang teknologi, kami mungkin memiliki persiapan yang lebih baik dibandingkan beberapa kolega bila dibandingkan dengan disiplin yang lain. Namun, kami harus juga melakukan transformasi untuk menyesuaikan pada dilema coronavirus yang terjadi saat ini.
Salah satu adaptasi terbesar untuk membangun strategi lingkungan virtual ini adalah bagaimana membangun kedekatan komunikasi dua arah (engagement) atau mengeratkan hubungan interaksi pembelajaran kepada mahasiswa khususnya dalam konsep virtual dan kursus berbasis online.
Sebagai contoh, jika anda mengajar kelas IT yang biasanya melakukan studi kasus, bagaimana kita dapat memastikan level partisipasi dan interaksi selama kelas virtual tersebut berjalan? Banyak daripada sistem menajemen pembelajaran yang ada sebelumnya tidak mendukung dan mengizinkan kita untuk melihat mahasiswa untuk menilai komunikasi nonverbal dan keseriusan mereka dalam belajar.
Namun, sangat berterima kasih atas kehadiran Zoom, Teams dan aplikasi perangkat lunak lainnya yang bisa mengizinkan mahasiswa dan professor untuk melihat satu sama lain dan melakukan pemisahan ruangan secara virtual (break out room) jika diperlukan untuk aktifitas seperti diskusi tim.
Kelas-kelas tertentu seperti khususnya pada level Sarjana (graduate) adalah 3 - 4 jam lamanya, dimana banyak mahasiswa diajarkan dengan metode secara synchronously dan asynchronously.
Untuk metode synchronously yang dijalankan pada kursus online, waktu yang lama ini mungkin membuat ketidaknyamanan untuk berinteraksi dengan mahasiswa selama mereka duduk di depan komputer. Namun dapat dipastikan penggunaan polling (kuisioner). forum diskusi, pembicara tamu, video singkat, podcast, dan teknik-teknik lainnya dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan kedekatan pembelajaran dan komunikasi dua arah.
Sebagai bagian dari Advertising Education Foundation Virtual Visiting Professors Program (https://aef.com/) selama 1 - 5 Juni 2020, beberapa diskusi oleh pemimpin senior seperti dari IBM, Facebook, R/GA, Ogilvy, dan McCann yang memiiki bahasan diskusi seputar fitur "normal baru", mengemukakan bahwa perlunya terobosan dalam menghadapi isu besar ini.
Berikut beberapa tren yang diantisipasi selama COVID-19 maupun setelahnya:
- Digitalisasi akan menjadi sebuah norma dan kebudayaan baru
- Individual akan menjadi kita (saling berkolaborasi)
- Berfikir cepat dan kualitas kompetensi akan sangat diperlukan
- Perbedaan dan penambahan kelimuan baru akan menjadi kebutuhan yang tinggi
- Mahasiswa harus memiliki keuletan dan berfikir cepat, seperti beradaptasi dengan kemampuan-kemampuan baru yang berkaitan dengan keilmuan mereka
- Orang-orang akan merasa bosan dan kelelahan dengan aktifitas digital (digital fatigue), dengan demikian kebutuhan dan penyerapan akan isi teori dan pengalaman praktik menjadi sangat diperlukan daripada sebelumnya
- Kita akan melihat perusahaan seperti Apple, Google, dan partner pengembang lainnya akan mendukung universitas dalam pembelajaran online
- Teknik-teknik mahir berkelanjutan seperti data analytic, artificial intelligence, dan machine learning akan digunakan sebagai bagian dari proses pembelajaran online.
Cont.
-ZA
#pendidikCOVID19
#professorCOVID19
#belajarSaatCOVID19
#virtualLearning